homephoto grallerybuku tamulinktentang kamihome

25 Februari, 2010

PENYEBARAN ISLAM DAN KEADAAN KEHUTANAN

Penyebaran Islam dan Keadaan Kehutanan

sudah sejak lama ada perdagangan antara Hindustan dan Indonesia, sehingga kebudayaan Hindu berpengaruh pula atas rakyat Indonesia. Ketika rakyat Inia ada yang memeluk agama islam, maka agama ini pun menyebar dari sana ke Indonesia. Para pedagang Islam dari daerah pantai koromandel dan Malabar yang menetap di kota Pelabuhan Sumatera, Jawa dan pulau lain mengadakan perkawinan dengan masyarakat setempat dan membawa agama islam. Bagi rakyat, memasuki lingkungan kaum muslimin itu berarti kemajuan kemasyarakatan dan kerokhanian. Muncullah kemudian beberapa pemukiman Islam, yang dalam waktu singkat berkuasa dan berkembang menjadi kerajaan Islam. baru pada tahun 1200 perkembangan islam ini dirasakan.

peroses penyebaran agama islam di wilayah indonesia bagian timur tidak berbeda dengan penyebaran dan perkembangan di sumatera dan jawa. pada mulanya juga disebarkan oleh kaum pedagang yang datang membeli rempah-rempah sambil memperkenalkan agama Islam. ketika portugis datang di Maluku (+ abad ke 16), telah ada kerajaan islam di Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Para Raja di sana juga bergelar Sultan. Kesultanan ternate berkembang luas, di sebelah utara hingga Mindanao, di selatan sampai ke Bima (Sumbawa), di timur sampai ke Irian, dan dibarat sampai ke Sulawesi.

Agama Islam menyebar keseluruh wilayah Indonesia, hingga dewasa ini merupakan agama sebagian besar rakyat Indonesia.

Sebagian besar penduduk tinggal di kota, yang merupakan pusat perdagangan, politik dan kebudayaan. Pasar perdagangan terbesar pada awal abad ke 17 adalah Aceh, Banten dan Makassar, dengan jumlah penduduk mendekati 100.000 dalam kota dan kota satelit yang berdampingan. Penduduk selebihnya terpusat di daerah katong pertanian sawah yang intensif. daerah utamanya adalah jantung negara Yogya-Solo, dataran rendah Tegal-Pemalang, Bali, lembah pegunungan di Minangkabau-Tapanuli, dan beberapa dataran rendah Sulawesi Selatan. Daerah selebihnya, bahkan juga di Jawa, masih diliputi hutan Tropik yang dihuni harimau, gajah, kerbau liar dan babi hutan.

setiap orang yang menghadapi berbagai kendala kehidupan sering mencari lahan baru dari hutan belantara, untuk mempertahankan hidupnya itu. Sebenarnya hutan ini berguna sebagai tempat elarian terhadap kekejaman, seperti dapat dilihat pada banyaknya budak sahaya yang lari dan tinggal di daerah pinggiran kota Batavia. tetapi dengan sistem perbudakan itu, tidak dapat dihasilkan masyarakat yang anggotanya duduka sama rendah dan tegak sama tinggi. Masyarakat zaman itu terdiri dari rumah tangga besar patriarkhal (perayahan), tempat pekerjaan tangan dibebankan pada budak sahaya.

masuknya agama Islam telah mendesak agama lain, sehingga sebagia umat hindu di Jawa tengah melarikan diri ke pegunungan Tengger, dan sejak akhir abad ke 15, di pegunungan tinggi itu hutan belantara dibuka untuk dijadikan lahan pertanian (Jasper 1972). Pada waktu itu hal ini tidak menjadi keberatan karena penduduk masih kurang, terlebih lagi karena letaknya di atas zina hutan. Baru ama kemudian, dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan kebun kopi pemerintah, yang kira-kira pada tahun 1900 diubah menjadi lahan pertanian, maka tanah kosong dalam zona hujan di hutan pegunungan.

Menarik juga bahwa hal seperti itu terjadi juga di Banten, yang sebagian penduduknya lari ke daerah pegunungan dan memuka lahan di daerah yang didiami orang Badui sekaran.

Pemukiman baru ini terletak di suatu daerah yang sebenarnya penting untuk dipertahankan sebagai kawasan hutan lindung untuk penyediaan air. Akibat dari penggundulan hutan di daerah lebih parah. Karena itu lalu ada larangan adat untuk membuat sawah. sebab pencetakan sawah cenderung dilakukan dengan membabat hutan, yang berarti akang memperparah keadaan hutan.

Sebaliknya, di daerah lain arela hutan bertambah luas, dan pada abad ke 19 baru mengalah terhadap pembukaan lahan untuk pertanian (pegunungan Dieng di Jawa Tengah, Blambangan di Jwa Timur).

Penyebaran agama Islam di Indonesia berlangsung sangat lacar di dataran rendah sekitar muara sungai dan pantai. Dalam menunaikan ibadah ajaran islam banyak digunakan air, misalnya untuk mensucikan diri dan mengambil wudhu. Suplai air di daerah itu masih baik. Sebaliknya, perkembangan agama Islam tersendat-sendat di daerah semiarid (setengah kering) seperti Nusa Tenggara dan Timor Timur, yang kekurangan air sampai sulit melakukan kewajiban agama. demikian juga di daerah pedalaman yang sumber airnya jauh dari tempat kediaman. Di tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah itu orang kurang suka bersentuhan dengan air.

Salah satu wali penyebar Islam memakai gelar Sunan Gunung Jati. menurut Ten Oever (1912) nama ini diberikan karena beliau bertapa di sebuah gunung yang melipti hutan jati, sehingga dapat ditarik kesimpulan, ahwa pohon jati sebelum dirantaukan atau ditanam di situ. Tetapi pendapat lain mengisahkan, bahwa nama wali itu adalah Syec Ibn Maulana, yang bergelar Sunan Gunung Jati karena dikebumikan di desa Gunung Jati, tidak jauh dari ibu kota Cirebon. memang atas perintah Sunan Ampel dari Demak, beliau harus diam di Gunung Jati Sembring dekat Cirebin, Tetapi bukan tidak mungkin, nama jati itu bukan karena pohon jati, tetapi karena terselubung makna dari “jati”, yaitu “sejati” (yang benar), atau “satu-satunya”. Ibunya hanya mau menikah di Mekkah, apabila anak yang dilahirkannya akan menjadi “wali sejati”, yang mengembangkan agama satu-satunya.

dalam peta gunung jati tercantum nama “Blandongan”, tetapi tidak diketahui, apakah ini dulu tempat tinggal para blandong.

Ada sebuah hikayat mengenai Sunan Bonang, mubaligh Islam yang paling terkenal di daerah Tuban, bahwa ketika beliau pada suatu waktu melihat sebuah tunggak jati yang tertua dalam hutan, maka dipakainya ini sebagai motif untuk menghias hulu kerisnya, yang kemudian dicontoh oleh para raja.

Untuk pembangunan Mesjid Demak dipakai kayu jati berukuran besar, yang tumbuh di Donoloyo, di daerah Geduwang dekat Imogiri, yang pada masa itu masih ditumbuhi pohon rimba. Di sana ada dua orang petapa, yaitu kyai Donoloyo dan kyai Sokoboyo. Kyai Sokoboyo ini menanam jati, tetapi tidak seorangpun tahu asal-usul benihnya. Kyai Donoloyo meminta benih kepadanya, tetapi tidak diberi. Beliau menusukan tongkatnya yang berongga kedalam tanah dan tanpa diketahuinya sebuah benih jati masuk kedalamnya. Tiba di rumah, tongkat itu dihujamkannya lagi kedalam tanah, dan keluarlah biji jati itu, yang kemudian tumbuh jadi pohon jati yang besar sekali. pohon ini dianggapnya anugerah Tuhan, dan dinyatakannya sebagai pohon keramat. Inilah pohon jati pertama di hutan Donoloyo, yang terletak dikecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. ketika para wali pada tahun 1497 berunding mengenai pembangunan mesjid Demak, tampak pohon jati di Donoloyo itu sebagai wangsit. pohon ini dianggap yang terbaik untuk mesjid itu, dan kyai Donoloyo menyetujui penebangan pohon itu.

Ketika ditebang, pohon itu rebah ke arah barat dan pucuknya jatuh dekat desa Patuk, 15 mil dari Donoloyo di kecamatan Ngadirejo. Dari batangnya dapat dibuat 7 buah tonggak (sila) dan dari tatal dan dahan telah berhasil dibuat tonggak yang kedelapan. ukuran pohon ditaksir 7,20 meter (jati warna). pada tunggak bekas tebangan pohon itu tumbuh trubusan yang tingginya 25 meter, dan ukuran kelilingnya 2,30 meter. sekarang tempat itu sudah diberi pagar berlapis delapan.

Di Jawa Tengah banyak nama tempat dirangkaikan dengan kata wono, atau alas, atau soko; ploso, jati, loh, cemara, randu, duren, pandan, wringin, sedangkan kalau dipakai kata “bambu” biasanya disebutkan nama jenisnya.

Berlainan dengan di Jawa Tengah, yang masyarakatnya memakai nama pohon besar untuk nama tempat atau nama gunung, di daerah Priangan digunakan seluruh flora Jawa Barat, termasuk nama herba dan perdu. nama pohon yang banyak dipakai untuk gunung yang tidak begitu tinggi ialah kurai, haroman, saninten.

Sebagai suatu keanehan di daerah Priangan, nama pohon dicantumkan pada gelar Bupati dan pejabat, misalnya Rangga Gempol, Pangeran Gebang. Bagi orang yang mencintainya terbuka lapangan penelitian yang luas untuk memeriksa lebih mendalam pepatah dan pribahasa yang dikaitkan dengan pohon dan hutan. sebagai contoh, “Batang jarak dapat berkembang, sedangkan batang jati mati” atau kalau diterjemahkan secara bebas “orang yang tidak berguna itu berumur panjang”. Seorang budiman yang dihalangi oleh orang-orang yang jahat dapat di-ibaratkan dengan pohon jati yang dirayapi dengan luyung.

selengkapnya >>

20 Februari, 2010

ETIKA RIMBAWAN DI LAPANGAN

ETIKA RIMBAWAN di LAPANGAN

Thoha (2003) mengemukakan bahwa untuk dapat mengoptimalkan pemahaman dan terjadinya interaksi yang harmonis antara peserta praktik dan huta, setidaknya perlu memperhatikan hal-hal berikut :

  1. Selalu memohon perlindungan dan pertolongan pencipta hutan yaitu Tuhan Pencipta Semesta Alam setiap kali berinteraksi dengan hutan.
  2. Menghilangkan sfat-sifat yang bisa menghalangi kedekatan hubungan kita dengan hutan seperti sombong, egois, tinggi hati, malas dan merendahkan sesuatu.
  3. Menghargai dan mematuhi kebiasaan atau budaya yang berlaku di kawasan dan masyarakat sekitar hutan, seperti tidak membuat gaduh, tidak berkata jorok, tidak sesumbar, tidak membuang sampah sembarangan, tidak memotong ranting tertentu dan lain-lain.
  4. Mengikuti dengan antusias berbagai informasi dan kegiatan yang diberikan dan atau ditawarkan masyarakat kepada kita.
  5. Tidak hanyut pada aktivitas yang tidak sesuai atau membawa cerita buruk bagi mahasiswa dan institusi seperti berjudi, mabuk, pelacuran, dll.
  6. Menyelesaikan masalah yang terjadi pada kelompok secara musyawarah dan berkonsultasi pada pembimbing lapangan.
  7. Tidak menawarkan atau menyebarkan sesuatu yang dapat mengakibatkan kekacauan suasana hutan dan masyarakat hutan.
  8. Berupaya dengan kemampuan yang ada untuk ikut peduli, menawarkan solusi atau bahkan ikut berpartisipasi dalam mnyelesaikan masalah yang terjadi pada kawasan hutan dan masyarakat sekitar hutan.
  9. Menampilkan sosok mahasiswa yang dapat menjadi teladan masyarakat bukan sebagai sosok yang berprilaku bebas dan banyak menuntut.

selengkapnya >>

KODE ETIK RIMBAWAN INDONESIA

KODE ETIK RIMBAWAN INDONESIA

Rimbawan adalah seseorang yang mempunyai pendidikan kehutanan dan atau pengalaman di bidang kehutanan dan terikat oleh norma-norma sebagai berikut:

  1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Menempatkan hutan alam sebagai bagian dari upaya mewujudkan martabat dan integritas bangsa di tengah bangsa-bangsa lain sepanjang jaman.
  3. Menghargai dan melindungi nilai-nilai kemajemukan sumberdaya hutan dan sosial budaya setempat.
  4. Bersikap obyektif dalam melaksanakan segenap aspek kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti.
  5. Menguasai, meningkatkan, mengembangkan, mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyarakatan yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan.
  6. Menjadi pelopor dalam setiap upaya pendidikan dan penyelematan lingkungan dimanapun dan kapanpun rimbawan berada.
  7. Berprilaku jujur, bersahaja, terbuka, komunikatif, bertanggung gugat, demokratis, adil, ikhlas dan mampu bekerjasama dengan semua pihak sebagai upaya dalam mengemban profesinya.
  8. Bersikap tegar, teguh dan konsisten dalam melaksanakan segenap bidang gerak yang diembannya, serta memiliki kepekaan, proaktif, tanggap, dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhinya baik di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
  9. Mendahulukan kepentingan tugas rimbawan dan kepentingan umum (publik interest) saat ini dan generasi yang akan datang, di atas kepentingan-kepentingan lain.
  10. Menjunjung tinggi dan memelihara jiwa korsa rimbawan.

Cangkuang - Sukabumi, 4 Nopember 1999

selengkapnya >>

TEKHNIK PERSIDANGAN

TEKNIK PERSIDANGAN

1. DASAR PEMIKIRAN

Permusyawaratan dalam MUBES, KONGRES, RAKER membutuhkan persidangan-persidangan. Hal ini dilakukan secara fokus dan berimbang untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Keputusan terbaik pada akhirnya akan lahir dari pemahaman dan ketaatan terhadap aturan didalam sebuah persidangan. Persidangan didefinisikan sebagai pertemuan formal organisasi guna membahas masalah tertentu dalam upaya untuk menghasilkan keputusan yang dijadikan sebagai sebuah Ketetapan. Keputusan dari persidangan ini akan mengikat kepada seluruh elemen organisasi selama belum diadakan perubahan atas ketetapan tersebut. Ketetapan ini sifatnya final sehingga berlaku bagi yang setuju ataupun yang tidak, hadir ataupun tidak hadir ketika persidangan berlangsung.

2.JENIS PERSIDANGAN

1). Sidang Pleno

  • Sidang Pleno diikuti oleh seluruh peserta dan peninjau Permusyawaratan
  • Sidang Pleno dipimpin oleh Presidium Sidang
  • Sidang Pleno dipandu oleh Steering Committee
  • Sidang Pleno membahas dan memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan Permusyawaratan

2). Sidang Paripurna

  • Sidang Paripurna diikuti oleh seluruh peserta dan peninjau Permusyawaratan
  • Sidang Paripurna dipimpin oleh Presidium Sidang
  • Sidang Paripurna mengesahkan segala ketetapan dan keputusan yang berhubungan dengan Permusyawaratan

3). Sidang Komisi

  • Sidang Komisi diikuti oleh anggota masing-masing Komisi
  • Anggota masing-masing Komisi adalah peserta dan peninjau yang ditentukan oleh Sidang Pleno
  • Sidang Komisi dipimpin oleh seorang pimpinan dibantu seorang Sekretaris Sidang Komisi
  • Pimpinan Sidang Komisi dipilih dari dan oleh anggota Komisi dalam Komisi tersebut
  • Sidang Komisi membahas materi-materi yang menjadi tugas dari Komisi yang bersangkutan

3. ATURAN PERSONALIA SIDANG

1). Peserta

Hak peserta:

a. Hak Bicara, adalah untuk bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usulan kepada pimpinan baik secara lisan maupun tertulis

b. Hak Suara, adalah hak untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan

c. Hak Memilih, adalah hak untuk menentukan pilihan dalam proses pemilihan

d. Hak Dipilih, adalah hak untuk dipilih dalam proses pemilihan

Kewajiban peserta:

a. Mentaati tata tertib persidangan/permusyawaratan

b. Menjaga ketenangan/harmonisasi persidangan

2). Peninjau

Hak Peninjau:

a. Hak Bicara, adalah untuk bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usulan kepada pimpinan baik secara lisan maupun tertulis

Kewajiban Peninjau:

a. Mentaati tata tertib persidangan/permusyawaratan

b. Menjaga ketenangan/harmonisasi persidangan

3). Presidium Sidang

a. Presidium Sidang dipilih dari dan oleh peserta Permusyawaratan melalui Sidang Pleno yang dipandu oleh Panitia Pengarah

b. Presidium Sidang bertugas untuk memimpin dan mengatur jalannya persidangan seperti aturan yang disepakati peserta

c. Presidium Sidang berkuasa untuk memimpin dan menjalankan tata tertib persidangan



4). ATURAN KETUKAN PALU dan kondisi-kondisi lain :

1 kali ketukan

a. Menerima dan menyerahkan pimpinan sidang.

b. Mengesahkan keputusan/kesepakatan peserta sidang poin perpoin (keputusan sementara).

c. Memberi peringatan kepada peserta sidang agar tidak gaduh.

d. Menskors dan mencabut kembali skorsing sidang yang waktunya tidak terlalu lama sehingga peserta sidang tidak perlu meninggalkan tempat sidang.

e. Mencabut kembali / membatalkan ketukan terdahulu yang dianggap keliru.

2 kali ketukan

Untuk menskorsing atau mencabut skorsing dalam waktu yang cukup lama, misalnya istirahat, lobying, sembahyang,makan.

Skorsing ialah penundaan persidangan untuk sementara waktu. Lobying ialah suatu bentuk kompromi dalam menyelesaikan perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan

3 kali ketukan :

a. Membuka/menutup sidang atau acara resmi.

b. Mengesahkan keputusan final /akhir hasil sidang.

Contoh kalimat yang dipakai oleh Presidium Sidang

1. Membuka sidang

“Dengan mengucap Bismilahirahmanirahim, sidang pleno I saya nyatakan dibuka. “ tok…….tok…….tok

2. Menutup sidang

“Dengan mengucap Alhamdulillahriabilalamin, sidang pleno I saya nyatakan ditutup.” Tok……..tok……..tok

3. Mengalihkan pimpinan sidang

“Dengan ini pimpinan sidang saya alihkan kepada pimpinan sidang berikutnya” tok.

4. Mengambil alih pimpinan sidang

“Dengan ini pimpinan sidang saya ambil alih “ tok

5. Menskorsing sidang

“Dengan ini sidang saya skorsing selama 15 menit” tok……….tok.

6. Mencabut skorsing

“Dengan ini skorsing 15 menit saya cabut dan saya nyatakan sidang dilanjutkan“ tok…….tok.

7. Memberi peringatan kepada peserta sidang

Tok………. “Peserta sidang harap tenang !”

Syarat-syarat Presidium Sidang :

a. Mempunyai sifat leadership, bijaksana dan bertanggung jawab

b. Memiliki pengetahuan yang cukup tentang persidangan

c. Peka terhadap situasi dan cepat mengambil inisiatif dalam situasi kritis

d. Mampu mengontrol emosi sehingga tidak terpengaruh kondisi persidangan

Sikap Presidium Sidang :

a. Simpatik, menarik, tegas dan disiplin

b. Sopan dan hormat dalam kata dan perbuatan

c. Adil, bijaksanan dan menghargai pendapat peserta

4. QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

1. Persidangan dinyatakan syah/quorum apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ n + 1 dari peserta yang terdaftar pada Panitia (OC)

2. Setiap keputusan didasarkan atas musyawarah untuk mufakat, dan jika tidak berhasil diambil melalui suara terbanyak (½ + 1) dari peserta yang hadir di persidangan

3. Bila dalam pengambilan keputusan melalui suara terbanyak terjadi suara seimbang, maka dilakukan lobbying sebelum dilakukan pemungutan suara ulang

5. INTERUPSI

adalah suatu bentuk selaan atau memotong pembicaraan dalam sidang karena adanya masukan yang perlu diperhatikan untuk pelaksanaan sidang tersebut.

Macam macam interupsi antara lain.

1. Interuption of order, Bentuk interupsi yang dilakukan untuk meminta penjelasan atau memberikan masukan yang berkaitan dengan jalannya persidangan. Mis. saat pembicaraan sudah melebar dari pokok masalah maka seseorang berhak mengajukan interuption of order agar persidangan dikembalikan lagi pada pokok masalahnya sehingga tidak melebar dan semakin bias.

2. Interruption of information, Bentuk interupsi berupa informasi yang perlu diperhatikan oleh seluruh peserta sidang termasuk pimpinan sidang. Informasi bisa internal (mis. informasi atau data tentang topik yang dibahas) ataupun eksternal (mis. situasi kondisi di luar ruang sidang yang mungkin dapat berpengaruh terhadap jalannya persidangan).

3. Interruption of clarification, Bentuk interupsi dalam rangka meminta klarifikasi tentang pernyataan peserta sidang lainnya agar tidak terjadi penangkapan bias ketika seseorang memberikan tanggapan atau sebuah penegasan terhadap suatu pernyataan.

4. Interruption of explanation, Bentuk interupsi untuk menjelaskan suatu pernyataan yang kita sampaikan agar tidak ditangkap keliru oleh peserta lain atau suatu pelurusan terhadap pernyataan kita.

5. Interruption of personal, Bentuk interupsi yang disampaikan bila pernyataan yang disampaikan oleh peserta lain sudah diluar pokok masalah dan cenderung menyerang secara pribadi.

Pelaksanaan Interupsi :

1. Interupsi dilakukan dengan mengangkat tangan terlebih dahulu, dan berbicara setelah mendapat ijin dari Presidium Sidang

2. Interupsi diatas interupsi hanya berlaku selama tidak menggangu persidangan

3. Apabila dalam persidangan, Presidium Sidang tidak mampu menguasai dan mengendalikan jalannya persidangan, maka Panitia Pengarah (SC) diberikan wewenang untuk mengambil alih jalannya persidangan, atas permintaan Presidium Sidang dan atau Peserta Sidang

6. TATA TERTIB

Tata tertib persidangan merupakan hasil kesepakatan seluruh peserta pada saat persidangan dengan memperhatikan aturan umum organisasi dan nilai-nilai universal dimasyarakat.

7. SANKSI-SANKSI

Peserta yang tidak memenuhi persyaratan dan kewajiban yang ditentukan dalam tata tertib persidangan akan dikenakan sanksi dengan mempertimbangkan saran, dan usulan peserta.

8. TEKNIK RAPAT

Pengertian

Rapat mempunyai beberapa pengertian. Dalam pengertian yang luas rapat dapat menjadi sebuah permusyawaratan, yang melibatkan banyak peserta dan membahas banyak permasalahan penting. Sedangkan dalam pengertian yang lebih kecil, rapat dapat berupa diskusi yang hanya melibatkan beberapa peserta dengan pembahasan yang lebih sederhana. Dalam Sub bab ini hal-hal yang berkaitan dengan permusyawaratan tidak lagi diuraikan, dan lebih kepada rapat dalam pengertian umum/sederhana secara teknis.

Jenis Rapat

1. Rapat Anggota

2. Rapat Pengurus (Rapat Kerja,Rapat Koordinasi, Rapat Pimpinan,dsb).

3. Diskusi.

Fungsi Rapat

1. Penyampaian informasi

2. Pemecahan masalah

3. Mengidentifikasi masalah.

4. Menentukan alternatif.

5. Menguji alternatif.

6. Rapat implementasi.

Prosedur Penyelenggaraan Rapat

Persiapan

a. Menyiapkan rencana.

b. Menyiapkan agenda rapat.

c. Menyiapkan kertas kerja.

d. Menyiapkan pembicara/peserta.

e. waktu.

f. Pengambilan keputusan.

g. Penutupan rapat.

Pelaporan dan Evaluasi

a. Pelaporan

- Jelas, lengkap dan singkat.

- Pembuat laporan harus mengikuti rapat secara penuh.

- Isi : tanggal/jam, jumlah peserta, pembicara, pokok pembicaraan, keputusan.

b. Evaluasi

- Dilakukan bersama panitia/pengurus.

- Yang dievaluasi adalah semua kegiatan rapat dari persiapan, pelaksanaan, dan hasil.

Yang berperan dalam Rapat

1. Pemimpin Rapat.

2. Peserta Rapat.

3. Undangan dan nara sumber.

4. Materi/bahan rapat.

5. Tata ruang dan tempat duduk.

Persyaratan Pemimpin Rapat

1. Memiliki sikap, tingkah laku, karakter, dan penampilan yang baik.

2. Menguasai permasalahan, dapat mencari jalan keluar.

3. Memberi kepercayaan dan netral terhadap peserta.

4. Pandai menerapkan gaya kepemimpinan

Upaya mensukseskan Rapat

1. Penyelenggaraan yang efektif dan efisien.

2. Pemimpin Rapat harus :

a. Aktif, tegas, mampu membimbing, mengarahkan, dan mencegah pembicaraan yang menyimpang.

b. Diterima sebagai pemimpin, punya integritas dan konsekuen

c. Bicara jelas, tidak mendominasi, terbuka dan dapat menumbuhkan keberanian berbicara / mengemukakan pendapat.

3. Hal-hal lain yang perlu :

a. Peserta rapat jangan berdebat tentang hal-hal yang tidak relevan dengan agenda rapat.

b. Hindarkan adanya gangguan dari luar.

c. Jika ada pertanyaan seyogyanya tidak dijawab sendiri oleh pimpinan rapat.

d. Rapat jangan buru-buru selesai dan juga terlalu lama.

Indikator Rapat yang berhasil

1. Semua undangan/peserta hadir.

2. Prasarana dan sarana memenuhi kebutuhan rapat.

3. Peserta aktif dan banyak masukan.

4. Masalah yang dirapatkan dapat dipecahkan.

5. Sasaran yang direncanakan tercapai.

6. Keputusan rapat dapat dilaksanakan.

9. TEKNIK DISKUSI

Pengertian Diskusi

Diskusi adalah sebuah proses tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas, lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan kesimpulan/pernyataan/keputusan. Di dalam diskusi selalu muncul perdebatan. Debat ialah adu argumentasi, adu paham dan kemampuan persuasi untuk memenangkan pemikiran/paham seseorang.

Manfaat Diskusi

1. Ditinjau dari aspek kepemimpinan, salah satu cara yang baik untuk mengadakan komunikasi dan konsultasi

2. Ditinjau dari segi bahan yang dihadapi, dapat memperdalan wacana/ pengetahuan seseorang mengenai sesuatu.

Pola-Pola Diskusi

Prasaran

a. Penyajian bahan pokok oleh satu atau beberapa orang pembicara dengan prasaran tertulis (makalah, kertas kerja).

b. Tanggapan terhadap bahan pokok oleh pembicara lain (penyanggah / pembahas).

c. Tanggapan peserta diskusi (forum) terhadap bahan pokok.

Ceramah

a. Seorang / lebih penceramah menguraikan bahan pokok.

b. Tanggapan, sanggahan atau pertanyaan dari forum untuk meminta penjelasan yang lebih teliti.

Diskusi Panel

a. Bahan pokok disajikan oleh beberapa panelis. Panelis meninjau masalah dari segi tertentu.

b. Tanggapan, sanggahan atau pertanyaan forum untuk meminta penjelasan dari panelis.

Brainstorming

a. Bahan pokok yang dipersiapkan ditawarkan kepada peserta diskusi oleh pimpinan.

b. Tiap peserta diminta pendapat dan gagasannya. Sebanyak mungkin orang diajak bicara dan setiap ide dicatat.

c. Berbagai ide disimpulkan dan ditarik benang merahnya. Kesimpulan ini kemudian dijadikan kerangkan pembicaraan dan pembahasan lebih lanjut.

Persyaratan Diskusi

1. Berkomunikasi dalam kelompok dengan catatan :

a. Tata tertib tidak ketat.

b. Setiap orang diberi kesempatan berbicara.

c. Kesediaan untuk berkompromi.

2. Bagi peserta diskusi :

a. Pengertian yang menyeluruh tentang pokok pembicaraan.

b. Sanggup berpikir bebas dan lugas.

c. Pandai mendengar, menjabarkan dan menganalisa.

d. Mau menerima pendapat orang lain yang benar.

e. Pandai bertanya dan menolak secara halus pendapat lain.

3. Bagi pemimpin diskusi :

a. Sikap hati-hati,cerdas,tanggap.

b. Pandai menyimpulkan.

c. Sikap tidak memihak.


selengkapnya >>