KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN
Konservasi ini merupakan ide yang dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902). Dia adalah orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi. Pengertian konservasi sumber daya alam hayati menurut pasal 1 ayat (2) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dirumuskan bahwa” pengelolalaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatanya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya”. Dengan demikian konservasi dalam undang-undang ini mencakup pengelolaan sumber alam hayati, yang termasuk didalamnya hutan.
Sasaran konservasi yang ingin dicapai menurut UU No. 5 Tahun 1990, yaitu:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan);
2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah);
3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari.
Pengelolaan dan pemanfaatan untuk sumber daya hutan, dalam rangka kesinambungan usaha Perlindungan hutan, dengan maksud konservasi yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan agar kelestarian fungsi hutan dapat tetap terjaga.
Dalam upaya perlindungan terhadap hutan, harus dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan lingkungan atau ekosistem secara global. Lingkungan gobal menurut Soemartono adalah lingkungan hidup sebagai suatu keseluruhan, yaitu wadah kehidupan yang di dalamnya berlangsung hubungan saling mempengaruhi (interaksi) antara makhluk hidup (komponen hayati) dengan lingkungan setempat (komponen hayati).
Deklarasi Rio 1992 telah ditetapkan prinsip perlindungan lingkungan dalam skala global diantaranya: Article (prinsip) 4 merumuskan bahwa perlindungan lingkungan harus diperhitungkan sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan dan tidak dipandang sebagai suatu yang terpisah.
Sedangkan Article 7 dirumuskan bahwa setiap negara mempunyai tanggungjawab global untuk memelihara, melindungi, dan memugar kembali integritas dan kesehatan ekosistem. Dan dalam Article 11 dijelaskan bahwa setiap negara menetapkan pemberlakuan ketentuan lingkungan secara efektif, standar (baku mutu) lingkungan, sasaran manejemen dan standar lainnya yang mencerminkan konteks keseimbangan antara pembangunan dan perlindungan lingkungan sesuai dengan kondisi setempat.
Ketentuan dalam deklarasi Rio di atas menunjukkan bahwa perlindungan terhadap lingkungan (termasuk hutan) global di dasarkan pada dua prinsip umum, yaitu: pertama, prinsip hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya (intergrally linked with other parts of the natural system). Kedua, prinsip hubungan antara manusia dengan setiap generasinya (Fundamental relationship between different generations of human species).
Pertama, prinsip di atas menunjukkan bahwa manusia bukanlah pemilik, melainkan bagian dari struktur ekosistem. Sebagai bagian dari ekosistem manusia tidak berhak merusak, apalagi menghancurkan integritas ekosistem. Akan tetapi diantara makhluk hidup, manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan hubungan baik dengan lingkungan. Oleh karena itu harus menggunakan lingkungan hidup atau hutan sesuai dengan prinsip sustainable forest management.
Prinsip kedua, memberikan kewajiban kepada manusia sebagai bagian dari suatu generasi untuk menjaga dan memelihara bumi agar tidak mengurangi fungsi dan manfaatnya terhadap manusia lain dalam generasi yang akan datang.
Perlindungan hutan menurut pasal 47 UU No. 41 Tahun 1999 dirumuskan bahwa perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan-kerusakan hutan dan hasil-hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Ada 3 (tiga) bentuk perlindungan terhadap hutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan yaitu: (1) perlindungan tanah hutan, (2) perlindungan hasil hutan, dan (3) perlindungan hasil hutan, terutama yang terkait dengan pemanfaatan hutan dan pemungutan hasil hutan.
Kedepan, faktor terpenting yang mempengaruhi efektifitas upaya perlindungan hutan adalah tersedianya instrumen hukum yang baik dalam rangka penegakan hukum baik aspek adaministrasi, aspek perdata maupun aspek pidana.
Siti Kotijah SH, dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, peserta Program Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga. Kontak person: 081 347 216635. Email: fafa_law@yahoo.com
mas, makasih artikelnya, sangat membantu tugas saya.... trims banyak yah... aku preketew adscampnya... hehe
BalasHapus