homephoto grallerybuku tamulinktentang kamihome

09 Oktober, 2013

species raptors

Berikut ini adalah daftar jenis raptor yang tercatat perjumpaannya di Kuningan
Elang Jawa - Nisaetus bartelsi - Javan Hawk Eagle













Elang Brontok - Nisaetus cirrhatus - Changeable Hawk Eagle
 








 


Elang Hitam - Ictinaetus malayensis - Indian Black Eagle













Sikep Madu Asia - Pernis ptylorhincus - Oriental Honey Buzzard 













Elang Ular Bido - Spilornis cheela - Crested Serpent Eagle
 












Elang Perut Karat - Hieraaetus kinerii - Rufous-belied Hawk Eagle
 












Alap-alap Sapi - Falco moluccensis - Spotted Kestrel

selengkapnya >>

23 September, 2013

Saving GARUDA Program, Car Free Day Kuningan



Saving GARUDA Program Campaign
Car Free Day Kuningan
Oleh: Laurio Leonald
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) adalah salah satu dari family Accipitridae yang merupakan endemik Pulau Jawa yang sudah terancam punah. Di Indonesia Elang Jawa dilindungi oleh urat Keputusan Nomor 421/Kpts./Um/8/81970 yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 1970, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, dan Keputusan Presiden No. 4 tahun 1993 pada tanggal 10 Januari tahun 1993 yang menetapkan sebagai burung nasional dan lambang spesies langka. Pada perlindungan tingkat internasional, elang jawa termasuk dalam daftar CITES lampiran II, yang melarang seluruh perdagangan internasional dan masuk kedalam kategori terancam punah berdasarkan IUCN. Elang jawa merupakan salah satu satwa pemangsa puncak (top predator) dalam siklus rantai makanan suatu ekosistem hutan di Jawa, sehingga berperan penting dalam mengatur populasi satwa liar lain yang menjadi mangsanya.


Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan habitat Elang Jawa yang masih tersisa, di Kabupaten Kuningan Elang Jawa juga terdapat di Hutan Lindung Bukit Pembarisan dan beberapa Hutan Desa sekitar kawasan TNGC. Minimnya  pengetahuan tentang pentingnya perlindungan terhadap Elang Jawa dan jenis raptor lainnya dikhawatirkan menjadi salah satu alasan masih adanya kegiatan perburuan dan perdagangan. Melihat dari pentingnya pelestarian Elang Jawa dan peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap satwa liar khususnya Elang Jawa, maka kegiatan kampanye merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk dilakukan di Kabupaten Kuningan.

Balai Taman Naional Gunung Ciremai bersama Raptor Indonesia hadir di acara Car Free Day jalan Siliwangi Kabupaten Kuningan untuk mengkampanyekan “Saving GARUDA Program” untuk mendukung pelestarian Elang Jawa (22/09/2013).

Kampanye “saving GARUDA program” yang diselenggarakan didukung oleh beberapa organisasi dari Cirebon, Kuningan dan Sumedang. Berikut merupakan organisasi yang berpartisipasi dalam kegiatan, yaitu MAPALA GUNATI, KHYBER PASS, SISMAKALA, SMK Kehutanan Sumedang dan RIMBAWAN UNIKU yang juga merupakan volunteer dalam kegiatan habituasi Elang Jawa di Lambosir, Taman Nasional Gunung Ciremai. Selain itu kegiatan ini dimeriahkan juga oleh panampilan music reggae dari beberapa band di Kuningan yang diselenggarakan oleh My Music Studio.

Kegiatan kampanye ini diisi dengan pameran foto raptor dari berbagai daerah dan beberapa buku untuk mengenalkan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman jenis elang yang cukup tinggi dan juga merupakan lintasan raptor saat bermigrasi, dengan harapan foto-foto tersebut dapat merangsang peserta Car Free Day untuk dapat mengenal lebih jauh tentang raptor. Pengumpulan informasi tentang pengetahuan masyarakat terhadap Elang Jawa dilakukan melalui interview terhadap pengunjung yang datang untuk Car Free Day untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat terhadap Elang Jawa. ada juga pembagian sticker, pin, leaflet, pengumpulan tanda tangan sebagai bentuk dukungan terhadap kegiatan ini.



Kegiatan kampanye ini tidak hanya dilakukan satu kali saja namun akan dilaksanakan pada minggu-minggu berikutnya dan akan juga menyelenggarakan mewarnai dan menggambar bagi anak-anak kecil yang hadir. Apabila untuk yang pertama dimeriahkan oleh penampilan band, minggu selanjutnya direncanakan akan dimeriahkan dengan adanya aksi theatrical yang dapat memberikan pesan moral untuk pelestarian Elang Jawa.

Belum semua pengunjung memberikan respon positif, hal ini karena kegiatan ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan, dan belum terlalu banyaknya orang mengetahui tentang Elang Jawa. Tapi Respon positif mulai ada dari masyarakat yang bersedia mampir dan ikut menandatangani kain untuk dukungan upaya pelestarian Elang Jawa. Selain itu anak-anak kecil banyak juga yang menikmati buku yang disediakan untuk dibaca, dan mencoba menggunakan binocular. Kegiatan minggu depan dan minggu-minggu selanjutnya akan diupayakan memberikan hal lain yang berbeda yang dapat menarik perhatian masyarakat untuk mengenal leih jauh tentang program yang diselenggarakan untuk pelestarian Elang Jawa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Mufti dari pihak TNGC mengatakan “kegiatan ini selain bertujuan mengkampanyekan upaya penyelamatan Elang Jawa juga menjadi moment untuk menggalang partisipasi dari berbagai pihak sebagai mitra kerja volunteer di TNGC. Sebagai langkah awal kegiatan untuk keanekaragaman hayati di masa depan, kegiatan ini tak akan hanya berhenti di Elang Jawa, tapi sebagai kegiatan pembelajaran yang nantinya juga akan dilakukan.”
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa Elang Jawa “GARUDA” merupakan satwa yang dilindungi dan penting untuk dilestarikan.





selengkapnya >>

13 September, 2013

Falco moluccensis

ALAP-ALAP SAPI Falco moluccensis Bonaparte,1850
Spotted Kestrel
Hasil Dokumentasi di Lapangan "klik gambar untuk memperbesar"
Jawa
Deskripsi: Berukuran kecil (30 cm), duduk tegak, berwarna coklat gelap. Jantan: mahkota dan tubuh bagian atas coklat kekuningan, bergaris dan berbintik hitam tebal, tubuh bagian bawah kuning suram, bercoret hitam tebal. Ekornya abu kebiruan dengan ujung putih dan garis lebar hitam pada bagian subterminal. Betina: ukuran lebih besar, dengan garis tebal pada ekor. Remaja: mirip dewasa, tetapi berwarna lebih pucat dan ekor coklat dengan garis-garis gelap.


Iris coklat, paruh abu-abu kebiruan dengan ujung hitam dan sera kuning, tungkai dan kaki kuning.
Suara: Burung muda berteriak berulang-ulang:"kiri kiri kiri" ketika bertemu induknya, atau "kekekeke"' yang kencang ketika panas hati. Suara tersebut juga dikeluarkan burung dewasa untuk menunjukkan wilayah teritorialnya.
Penyebaran global: Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.
Penyebaran lokal dan status: Satu kali tercatat di Kalimantan selatan. Penghuni tetap di habitat terbuka pada semua ketinggian di Jawa dan Bali.
Pakan: Mamalia kecil, kadal, burung kecil dan serangga yang berukuran besar. Seringkali terlihat membawa mangsanya sambil terbang.
Berbiak : Tidak banyak informasi mengenai musim berbiak untuk jenis ini, namun mulai membangun sarang pada bulan maret atau April sampai September dan Oktober. Sarang terbuat dari ranting – ranting di pepohonan atau tebing, kadang di gedung perkotaan namun catatanya sangat sedikit sekali. 
Jumlah telur bisa mencapai 4 butir.
Kebiasaan: Penerbang yang sangat anggun, terbang melingkar perlahan, atau melayang-layang diam sambil mengepakkan sayap ketika berburu. Menukik ketika memangsa, sering mengambil mangsa dari atas tanah. Bertengger pada tiang atau di atas pohon mati. Lebih menyukai daerah terbuka
Cerita dari Lapangan: Merupakan jenis yang dapat dijumpai di berbagai tipe habitat, pernah dijumpai di areal pertanian, pemukiman, hutan pinus, semak. Waktu kecil jenis ini sering terlihat dari rumah terbang diatas aeal pertanian dan tanaman bambu terbang melingkar ke atas, dan tiba-tiba menukik dengan cepat. 
Pada tahun 2011 pernah dijumpai di hutan pinus Karang Sari Taman Nasional Gunung Ciremai (waktu itu awal penulis terjun di dunia birding) teramati berpasangan dan bersarang di pohon yang tidak dikatehui jenisnya tepat di tepi hutan pinus.
Pertengahan 2013 jenis ini sempat dijumpai di kawasan permukiman/perkotaan (taman dahlia depan kantor Pemda Kabupaten Kuningan). Teramati sesekali terbang melingkar dan menukik. tidak jauh dari perjumpaan tersebut Alap-alap Sapi ini juga terlihat terbang melingkar mengawasi ke bawah di atas lahan pertanian (sawah) di daerah Ciperna, Kota Cirebon.
Masih penasaran dengan Alap-alap sapi, karena penulis belum pernah mendapatkan dokumentasinya pada tanggal 10 Oktober 2013 pada saat memantau pohon pinus yang berdiri di tengah lahan terbuka, karena menurut beberapa orang di pohon pinus tersebut sempat teramati Elang Brontok (Nisaetus/Spizaetus cirrhatus) sedang bersarang. Hanya terlihat sarang yang mungkin masih dibangun, karena ukurannya yang masih kecil, malah muncul Alap-alap Sapi terbang melingkar melingkari pohon pinus tersebut lalu terbang ke arah atas menuju daerah yang ditutupi pohon pinus.
Sempat panik saat pertama terlihat, untungnya segera tersadar untuk segera mengambil kamera untuk mendokumentasikan perjumpaan ini, alhasil dapat satu foto yang cukup untuk identifikaksi. 
Berdasarkan pengamatan, Alap-alap Sapi (Falco moluccensis) memanfaatkan angin yang cukup besar untuk terbang ke atas, dan akan menyusuri dinding tebing untuk menghindari hembusan angin yang terlalu kencang.
Status Perlindungan: Dilindungi Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya dan PP 7 dan 8 Tahun 1999. Appendix II CITES.

 

Sumber:  
MacKinnon, J., K. Phillipps, dan B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatra, Jawa,Bali, dan Kalimantan. LIPI/BirdLife-Indonesian Programme, Bogor


 
selengkapnya >>

19 Agustus, 2013

Presbytis comata


Surili (Presbytis comata)


 Nama Inggris : Javan Surili, Javan Grizzled Langur, Java Leaf Monkey, Grizzled Leaf Monkey
 Synonim : Presbytis fredericae (Sody, 1930)

Morfologi
Pada umumnya warna bagian punggung (dorsal) tubuh surili dewasa berwarna hitam atau coklat tua keabuan. Pada bagian kepala sampai jambul berwarna hitam. Tubuh bagian depan (ventral) mulai dari bawah dagu, dada, perut, bagian dalam lengan, kaki dan ekor berwarna putih. Warna kulit muka dan telinga hitam pekat agak kemerahan, warna iris mata coklat gelap dan warna bibirkemerahan. Pada individu yang baru lahir, tubuhnya berwarna putih keperak-perakan dengan garis hitam mulai dari kepala hingga ekor. Panjang tubuh individu jantan dan betina hampir sama yaitu berkisar antara 430-600 mm. Panjangekor berkisar antara 560-720 mm. Berat tubuh rata-rata 6,5 kg.
Penyebaran
Surili (Presbytis comata) hanya terdapat di Jawa Barat, terutama di kawasan hutan yang yang tergolong kawasan konservasi (Taman Nasional, Cagar Alam) dan hutan lindung. Surili tersebar mulai dari hutan pantai sampai hutan pegunungan mulai dari 0-2000 meter diatas permukaan laut.
Habitat
Surili hidup di kawasan hutan hujan tropis primer maupun sekunder mulai dari hutan pantai (ketinggian 0 meter) sampai hutan pegunungan (ketinggian sampai 2000 meter diatas permukaan laut). Seringkali juga surili dijumpai di perbatasan antara hutan dengan kebun penduduk.
Makanan
Surili termasuk jenis primata yang banyak mengkonsumsi daun muda atau kuncup daun sebagai makanannya. Bila dilihat komposisi makanan yang dikonsumsi surili, 64% dari makanannya adalah daun muda, 14% buah dan biji, 7% bunga dan sisanya berupa serangga, jamur dan tanah. Di samping itu jenis tumbuhan yang menjadi makanan surili juga sangat beragam. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa surili mengkonsumsi lebih dari 75 jenis tumbuhan yang berbeda.
Perilaku Sosial
Surili hidup berkelompok dengan ukuran antara 7-12 individu. Setiap kelompok biasanya terdiri atas satu ekor jantan dengan satu atau lebih betina (one male multi female troop).
Aktivitas Harian
Surili aktif di siang hari (diurnal) dan lebih banyak melakukan aktivitasnya pada bagian atas dan tengah dari tajuk pohon (arboreal). Kadang-kadang jenis primata ini juga turun ke dasar hutan untuk memakan tanah. Pada saat anggotanya turun ke lantai hutan, pimpinan kelompok akan terlihat mengawasi dengan waspada. Pada malam hari kelompok surili tidur saling berdekatan pada ketinggian sekitar 20 m di atas permukaan tanah. Surili jarang menggunakan pohon sebagai tempat tidur yang sama dengan hari sebelumnya.
Status Konservasi
Surili merupakan satwa yang hanya terdapat (endemik) di Jawa Barat dan Banten. Satwa ini dilindungi oleh perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 247/Kpts/Um/1979 tanggal 5 April 1979, SK Menteri Kehutanan No. 301/Kpts-II/1991 tanggal 10 Juni 1991 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1990. Penyusutan habitat merupakan ancaman terbesar bagi populasi Surili. Saat ini jenis primata ini hanya dapat dijumpai di kawasan lindung dan konservasi dengan jumlah yang tersisa berkisar antara 4.000-6.000 ekor.
Dasar Pengajuan Surili Menjadi Satwa Simbol Jawa Barat
Beberapa alasan yang mendasari pengusulan Surili menjadi fauna identitas Jawa Barat adalah sebagai berikut: 
  1. Surili merupakan satwa yang hanya terdapat di Jawa Barat dan Banten. Dengan demikan satwa ini merupakan satwa yang khas dan tidak dapat dijumpai di daerah lain. 
  2. Surili merupakan dikatagorikan sebagai jenis primata pemakan daun yang harus mendapatkan prioritas untuk dilestarikan. Hal ini menjadikan perhatian dunia internasional, khususnya badan-badan yang berkaitan dengan konservasi hidupan liar banyak tertuju kepada jenis ini. Tingginya perhatian dunia akan jenis primata ini dapat dijadikan sebagai daya tarik untuk mempromosikan provinsi Jawa Barat di dunia internasional. 
  3. Surili sangat tergantung dengan keberadaan hutan sebagai tempat hidupnya, sehingga melestarikan satwa ini mutlak harus disertai dengan pelestarian hutan di Jawa Barat. Hal ini akan mendorong pemerintah provinsi Jawa Barat untuk melaksanakan kebijakan yang memperhatikan kelestarian lingkungan khususnya kawasan hutan yang saat ini sudah sangat memprihatinkan. 
  4. Surili merupakan satwa yang sudah cukup di kenal sebagai kerabat dekat lutung sehingga sudah menyatu dengan legenda Lutung Kasarung yang dikenal luas di Jawa Barat. 
  5. Surili merupakan jenis satwa primata yang kekerabatannya dekat dengan manusia. Dalam kehidupannya satwa mempunyai insting untuk melakukan pengobatan sendiri (self medication) lewat makanan yang dikonsumsinya di hutan. Banyak makanan dari jenis-jenis primata yang ternyata mengandung zat aktif yang dapat berfungsi sebagai obat bagi jenis-jenis penyakit yang juga menjangkiti manusia. 
  6. Surili merupakan satwa yang memakan buah-buahan dan biji-bijian serta serangga. Dengan memakan buah dan biji satwa ini dapat membantu dalam menyebarkan biji tumbuhan di kawasan hutan yang kemudian akan tumbuh menjadi anakan pohon baru. Dengan demikian surili berperan juga dalam memelihara kelestarian hutan. Dengan memakan serangga seperti belalang, dll.

Sumber Referensi :

selengkapnya >>

15 Agustus, 2013

Hieraaetus kienerii

ELANG PERUT KARAT Hieraaetus kienerii Geoggroy Saint Hilaire, 1835
Rufous-bellied Eagle
Hasil Dokumentasi di Lapangan "klik gambar untuk memperbesar"
Jawa
Jawa
Jawa



Kalimantan
Kalimantan
Kalimantan









Deskripsi: Berukuran agak kecil (50 cm), berwarna coklat kemerahan, hitam, dan putih, dengan jambul pendek. Dewasa: mahkota, pipi dan tubuh bagian bawah kehitaman; ekor coklat dengan garis hitam tebal dan ujung putih.   Dagu, tenggorokan, dan dadanya putih, bercoret-coret hitam; sisi tubuh, perut, paha, dan bagian bawah ekor coklat kemerahan dengan coretan hitam pada perut. Pada waktu terbang terlihat bercak bulat yang pucat pada pangkal bulu primer. Remaja: tubuh bagian atas coklat kehitaman dengan bercak kehitaman pada mata, alis keputih-putihan, dan tubuh bagian bawah keputih-putihan. Iris merah, paruh kehitaman, sera dan kaki kuning.

Suara: Pekikan tinggi “cirrep”, didahului dengan nada-nada awal yang tinggi. Juga teriakan tinggi “kliu” (M&V).

Penyebaran global: India selatan, Himalaya, Asia tenggara, Filipina, Sulawesi, dan Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status: Penghuni yang tidak umum pada kawasan hutan (sampai ketinggian 1.500 m) di Sunda Besar.

Pakan: Memakan burung termasuk ayam hutan dan merpati. Juga memakan mamalia anatara lain tupai.

Berbiak : Waktu berbiak Elang Perut Karat dibagian lain Asia dikatakan berbiak antara Desember - Maret (Srilanka dan India Selatan) dan February (Filipina) (Thiolay 1994; Robson 2000). Di Sumatera keberadaan burung muda bersama sarang teramati pada juli 2007 (Iqbal et al 2011). Sarang berukuran besar dibangun oleh sepasang induk di tajuk tertinggi pohon pada hutan yang lebat. Telur 1 butir yang dierami secara bergantian oleh induknya, sangat agresif dalam mempertahankan sarang ketika ada pengganggu.

Kebiasaan: Mendiami kawasan hutan dan pinggir hutan, terlihat berputar-putar atau meluncur rendah di atas pohon.

Cerita dari Lapangan: Merupakan jenis yang jarang dijumpai selama pengamatan, tercatat pernah dijumpai di kawasan perkemunan kelapa sawit, Kalimantan Tengah dan di Hutan Lindung Bukit Pembarisan Kuningan yang merupakan perbatasan antara sawah, ladang, kebun, pinus dan hutan alam. Perjumpaan pertama teramati pada 17 Oktober 2012 soaring di atas area perkebunan kelapa sawit, kalimantan tengah saat kondisi hujan gerimis. 
Perjumpaan kedua teramati pada 07 Agustus 2013 di Hutan Lindung Pembarisan aktif terbang dan bertengger mulai dari pagi hingga sore hari. Perjumpaan di HL Bukit Pembarisan awalnya dikira Accipiter sp. dari cara terbang dan suara yang dikeluarkan pada saat terbang(cirrrep-cirrrep-cirrrep-cirrrep/pii-pii-pii-pii). Individu remaja saat terbang terlihat mirip Osprey, dengan warna bagian bawah putih dan ada warna gelap pada sayap, serta bercak pada bagian pelipis dekat mata. Memiliki Kebiasaan terbang lebih sering dibanding jenis Spizaetus, dengan gaya terbang rendah diatas pohon hingga dasar diatas persawahan dan ladang, lalu soaring semakin tinggi.Jenis ini sebelumnya sudah pernah terdeteksi, namun karena peralatan yang terbatas pada waktu itu (pertengahan agustus 2012) jenis ini belum teridentifikasi. Selain kemampuan pengamat, peralatan yang memadai dianggap sangat penting untuk identifikasi jenis.

Status Perlindungan: Dilindungi Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya dan PP 7 dan 8 Tahun 1999. Appendix II CITES.

 

Sumber:  
MacKinnon, J., K. Phillipps, dan B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatra, Jawa,Bali, dan Kalimantan. LIPI/BirdLife-Indonesian Programme, Bogor
selengkapnya >>

26 Juni, 2013

shp to gpx

CONVERT shp (shapefile) to gpx (GPS Exchange Format)
oleh: Laurio Leonald

shp adalah salah satu format file yang dihasilkan oleh aplikasi GIS seperti ArcView GIS, ArcGIS, dll. data atau file tersebut biasanya didapat dari data yang sudah dientri ke dalam bentuk excel ataupun hasil analisis atau edit oleh aplikasi GIS tersebut. format shp baik itu line atau waypoint biasanya diperlukan untuk dimasukan ke dalam beberapa software seperti MapSource, SMART, dan device seperti GPS.

Pada tulisan ini hanya akan dijelaskan bagaimana cara mengconvert/konversi dari shapefile ke gpx dengan menggunakan softwae DNR GPS. Berikut ini adalah caranya:

1. buka DNR GPS dengan cara klik 2 kali pada file dnrgps
2. setelah DNR GPS berhasil dibuka, maka buka file - load from - file
3. pada jendela load file from, pilih file of type : ESRI shapefile, lalu pilih file yang akan diconvert
4. setelah file kebuka, selanjutnya save data dengan cara klik file - save to - file
5. setelah muncul jendela save to file, pilih save as type : GPX Exchange Format
6. isi file name : dengan nama yang diinginkan, dan pilih folder penyimpanannya
7. setelah diberi nama maka simpan file tersebut dengan cara klik save

Setelah semua tahapan ini semuanya dilakukan maka bisa dicoba file gpx hasil convert sudah berhasil apa belum. mudah-mudahan tulisan yang singkat ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan, bahkan membantu untuk menyelesaikan masalah convert shp ke gpx yang dijumpai.
free download dnrgps

 
Software DNR GPS merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membuka file ESRI Shape, Google Keyhole Markup Language, GPS Exchange Format, Text (comma-delimited), Text file (tab-delimited), Mapinfo File, Geography Markup Language, dan Geo JawaScript Object Nation. Selain dapat membuka software DNR GPS dapat mengconvert antara file-file tersebut.

Setelah didownload software ini yang merupakan software portable (tidak usah diinstal) mungkin akan menjumpai kendala tidak bisa dijalankan dan minta untuk diinstal .NET 4 Framework, maka dapat mendownload aplikasi tersebut di sini.



selengkapnya >>

21 Juni, 2013

nyanyian untuk alam

Laurio Leonald - Untuk Alam

Berbagai bangsa didalam satu tujuan
Hadir di negeriku
Ragam bahasa, suku bangsa dan budaya
Tetap bersatu

*
Untuk negeriku
Indonesia

**
Susuri sungai jelajahi rimba
Di bawah mentari disirami hujan
Bersama malam diterangi bulan bintang
Diterpa angin malam

***
Tetap semangat
Untuk negeriku
Tetap semangat
Lestarikan alam raya

Menjelang pagi sebelum terbit mentari
Hingga malam hari
Hidup bersama masyarakat desa hutan
Saling berbagi

*
Untuk negeriku
Indonesia

**
Susuri sungai jelajahi rimba
Di bawah mentari disirami hujan
Bersama malam diterangi bulan bintang
Diterpa angin malam

***
Tetap semangat
Untuk negeriku
Tetap semangat
Lestarikan alam raya

pencipta: Laurio Leonald
tahun: 2011
lokasi: Tumbang Kelasin, Murung Raya, Kalimantan Tengah

Untuk mengenang ekspedisi BRINCC (Barito River Inisiative for Conservation and Comunity)

Download Laurio Leonald - Untuk Alam.mp3

selengkapnya >>

18 Juni, 2013

First Record Accipiter badius of Borneo


First Record Accipiter badius of Borneo

Accipiter badius adalah salah satu jenis raptor dari keluarga Accipitridae yang penyebarannya tercatat di India, Cina Selatan, dan Asia Tenggara. Menurut literatur Accipiter badius di Indonesia  merupakan pengunjung musim dingin yang tidak umum di dataran rendah Sumatera, tapi kemungkinan karena jarang dikenali. Accipiter badius berukuran sedang (32 cm), berwarna pucat Jantan: bagian atas abu-abu pucat dengan bulu primer hitam kontras, tenggorokan putih dengan setrip abu-abu samar di tengah tenggorokan, dada dan perut bergaris-garis merah karat dan putih sempit melintang. Betina: seperti jantan, tetapi punggung coklat dan tenggorokan abu-abu. Remaja: coklat abu-abu bersisik merah karat, bagian bawah bergaris-garis coklat, ada setrip hitam di tengah tenggorokan (MacKinnon et all, 1998). Jenis ini cukup sulit untuk dikenali karena memiliki banyak kemiripan dengan jenis Accipiter lainnya.
Accipiter badius perjumpaan pertama
 
Accipiter badius perjumpaan ke-dua
Tulisan ini melaporkan catatan perjumpaan pertama dengan Accipiter badius untuk Kalimantan yang belum diketahui sebagai penetap atau jenis migrasi. Berdasarkan catatan, Accipiter badius teramati sebanyak 2 kali perjumpaan dengan rentang waktu yang berbeda pada lokasi yang sama (08:40 AM, 10 Februari 2013 dan 08:20 AM, 10 Maret 2013, kawasan HCV perkebunan kelapa sawit PT. MSM, Wilmar, Kotawaringin Tiamur, Kalteng).

Catatan pertama (08:40 AM, 10 februari 2013), Accipiter badius di lapangan teramati 1 individu keluar dari kawasan hutan terbang mengusir jenis lain (Accipiter trivirgatus) dan terbang melingkar semakin tinggi ke atas terus menjauh dari kawasan hutan. Catatan kedua (08:20 AM, 10 maret 2013), Accipiter badius teramati 1 individu pada lokasi yang sama keluar dari kawasan hutan terbang menyerang Elanus caerulaeus yang merupakan jenis raptor yang dominan di lokasi tersebut. Seperti pada perjumpaan pertama jenis ini terbang melingkar semakin tinggi ke atas dan menjauh dari kawasan.
  
Selain Accipiter badius pada kawasan yang memiliki luasan + 20 ha ini tercatat perjumpaan dengan jenis raptor yang menetap pada kawasan tersebut lainnya, seperti Elanus caeruleus, Spilornis cheela, Accipiter trivirgatus, Accipiter gularis, dan Strix leptogrammica. Kawasan ini memiliki kepadatan yang cukup tinggi, karena pada kawasan berhutan yang tidak jauh dari lokasi teramati perjumpaan dengan jenis lainnya, seperti Spizaetus cirrhatus, Pernis ptilorhynchus, Haliastur Indus, Aviceda jerdoni, Microhierax fringillarius, Hieraaetus kienerii, Macheiramphus alcinus. Padatnya populasi pada kawasan ini sangat mungkin dikarenakan semakin menyempitnya habitat akibat tingginya tingkat defoestasi, namun selain itu bisa juga padatnya pada kawasan terjadi karena luasnya areal berburu dan melimpahnya pakan yang tersedia.

Perjumpaan pertama Accipiter badius ini sangat menjadi temuan yang menarik, karena selain merupakan perjumpaan di Kalimantan, jenis ini sangat jarang tercatat masuk ke Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan maka perlu adanya penelitian lanjutan terhadap Accipiter badius untuk mengetahui populasi dan kemungkinan bahwa jenis ini merupakan jenis penetap Kalimantan.

Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Michal Zrust selaku project manager Biodiversity and Oil Palm dari ZSL Indonesia beserta teman-teman ZSL Indonesia di lapangan Lili Aris, Achmad S Suhada, Edwin Hermawan, dan Sugeng Wahyudi yang mendukung dan menemani penulis saat pengamatan di lapangan. Terimakasih juga kepada Surya Purnama dan Forendadi dari departemen HCV wilmar yang menjadi teman diskusi. Selain itu terimakasih ini saya ucapkan untuk Asman Adi Purwanto dari RAIN atas bantuan indetifikasi dan motivasinya.

Refrences
MacKinnon, J., K. Phillips & B. van Balen. 1998. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi LIPI and BirdLife International Indonesia Programme, Jakarta. [In Indonesian]
Agus Nurza, Mulyawati Dwi, Husnurrizal, et all. 2009. First Breeding Record of Shikra Accipiter badius in Indonesia. Kukila 14.
selengkapnya >>