homephoto grallerybuku tamulinktentang kamihome

14 Juli, 2009

peran hhbk

ARTIKEL BHHBK

PERAN HHBK

Oleh : Laurio Leonald

2006071448

Latar Belakang

Di dalam sistem pengelolaan sumberdaya hutan, kepemilikan sumberdaya dapat menentukan kinerja pengelolaan sumberdaya hutan. Menurut Kartodihardjo (1999), kepemilikan sumberdaya menentukan bentuk kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya, yang mana kelembagaan tersebut secara langsung berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan, dan pengaturan kelembagaan lebih lanjut berkorelasi positif untuk dapat mengubah kInerja pengelolaan hutan yang diharapkan. Dalam sistem pengelolaan sumberdaya hutan, dikenal beberapa bentuk kepemilikan sumberdaya hutan

Bentuk kepemilikan merupakan salah satu faktor dari kelembagaan, sehingga kepemilikan juga dapat menentukan kinerja dalam pengelolaan hutan. Hutan rakyat merupakan salah satu dari bentuk kepemilikan sumberdaya hutan. Menurut Undang- Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 disebutkan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibebani hak milik. Hutan rakyat ini berada dalam kawasan sekitar masyarakat dan keberadaannya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Kedekatan hutan rakyat dengan masyarakat ini dapat dilihat dari pola pengelolaan hutan rakyat. Dari sisi pola pengelolaan, pengelolaan hutan rakyat dapat dibedakan menjadi pola monokultur dan pola campuran (agroforest).

Terdapat suatu hubungan antara kebutuhan hidup masyarakat dengan pola tanam yang ada dalam suatu sistem pengelolaan hutan rakyat. Hubungan tersebut dapat dilihat dari jenis tanaman yang ditanam dan pola penanaman. Bentuk tradisional hutanrakyat adalah untuk dikelola dengan pola campuran (agroforest). Dengan pola ini maka hutan memberikan manfaat, diantaranya dalam mendukung penyediaan bahan baku kayu untuk industri kehutanan.

Di beberapa daerah di Pulau Jawa, hutan rakyat didominasi oleh kayu-kayu yang dapat mensuplai kebutuhan bahan baku industri kehutanan. Dengan adanya degradasi hutan yang begitu besar (± 2,5 juta ha/thn) maka terjadi penurunan kemampuan hutan alam dalam memenuhi kebutuhan kayu bagi industri. Sementara kebutuhan industri kehutanan sangat besar (72 juta m3/thn), Oleh karena itu alternatif pemenuhan kebutuhan industri berasal dari hutan rakyat. Dari hutan rakyat telah diperoleh produksi kayu sebesar 500.000 m3 sampai 1.500.000 m3 atau mampu mensupply sekitar 0,69% sampai 2,08% dari total kebutuhan bahan baku industri kehutanan (suplly tersebut termasuk hasil dari HTI, reboisasi dan penghijauan). Disamping hasil kayu yang begitu besar yang dapat dihasilkan oleh hutan rakyat, hasil lain yang memiliki potensi yang besar dari hutan rakyat adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati atau menurut FAO (2000) adalah barang (goods) yang dihasilkan benda hayati selain kayu yang berasal dari hutan atau lahan sejenis. Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sumadiwangsa (2000) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam dll

2. Tanin : Pinang, Gambir, Rhizophora, Bruguiera, dll

3. Resin : Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu, Damar rasak, Kemenyan dll.

4. Minyak atsiri : Minyak gaharu, Minyak kayu putih, Minyak Keruing, Minyak lawang, Minyak kayu manis

5 Madu : Apis dorsata, Apis melliafera

6 Rotan dan Bambu : Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung

7 Penghasil Karbohidrat : Sagu, Aren, Nipah, Sukun dll

8 Hasil Hewan : Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi

9 Obat dan Tanaman Hias : Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek hutan, palmae, pakis dll

Keunggulan Komparatif dan Permasalahan HHBK

HHBK dalam pemanfaatannya memiliki keunggulan dibanding hasil kayu, sehingga HHBK memiliki prospek yang besar dalam pengembangannya. Adapun keunggulan HHBK dibandingkan dengan hasil kayu adalah :

a) Pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan kerusakan yang besar terhadap hutan dibandingkan dengan pemanfaatan kayu. Karena pemanenannya tidak dilakukan dengan menebang pohon, tetapi dengan penyadapan, pemetikan, pemangkasan, pemungutan, perabutan dll

b) Beberapa HHBK memiliki nilai ekonomi yang besar per satuan volume (contohnya, nilai jual gaharu per kg ataupun per cm3 sangat besar ).

c) Pemanfaatan HHBK dilakukan oleh masyarakat secara luas dan membutuhkan modal kecil sampai menengah. Dengan demikian pemanfaatannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan usaha pemanfaatannya dapat dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat.

d) Teknologi yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah HHBK adalah teknologi sederhana sampai menengah.

e) Bagian yang dimanfaatkan adalah daun, kulit, getah, bunga, biji, kayu, batang, buahdan akar cabutan. Dengan demikian pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan kerusakan ekosistem hutan.

Walaupun HHBK memiliki keunggulan dibandingkan dengan hasil kayu, tetapi pemanfaatan HHBK belum dilaksanakan secara optimal. Beberapa permasalahan yang terkait dengan pemanfaatan HHBK adalah :

a) Belum ada data tentang potensi, sebaran dan pemanfaatan HHBK baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui manfaatnya. Hal tersebut menyebabkan perencanaan pemanfaatan HHBK tidak dapat dilakukan.

b) Pemanfaatan HHBK hanya terfokus pada HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga mengancam kelimpahan populasi HHBK.

c) Budidaya HHBK belum seluruhnya diketahui secara pasti. Karena selama ini pemanfaatan HHBK berasal dari hutan alam dan upaya untuk melakukan budidaya belum dilakukan. Sehingga perlu dilakukan upaya mendapatkan teknologi budidaya HHBK.

d) Pemanfaatan HHBK hanya dilakukan secara tradisional. Karena sifatnya tradisional maka kualitas produk masih rendah.

e) Tata niaga HHBK masih banyak yang tersembunyi dan ketiadaan akses informasi pasar sehingga tidak memberikan margin pemasaran yang besar pada petani/pengambil HHBK. Untuk itu perlu dilakukan analisis pemasaran untuk memberikan margin pemasaran yang besar bagi petani.

f) Pemerintah kurang memberikan kebijakan yang bersifat insentif baik pada aspek pemanfaatan HHBK maupun pengembangannya.

Sementara itu permasalahan yang terkait dengan produk HHBK yang saat ini mendesak untuk diperhatkan secara serius adalah terjadinya penurunan potensi sebagai akibat adanya pemanfaatan dan belum dikuasainya teknologi budi daya yang tepat. Hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan produk HHBK ( seperti madu, gaharu, damar, rotan, jernang, getah merah dll) untuk mensupply kebutuhan masyarakat, baik permintaan dari dalam maupun luar negeri.

Peranan HHBK

Tanaman penghasil HHBK memiliki peran tidak saja pada aspek ekologis dan ekonomis, tetapi juga sosial budaya. Secara umum peranan HHBK dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Peranan HHBK terhadap aspek ekologis

Dalam ekosistem hutan, HHBK merupakan bagian dari ekosistem hutan. Beberapa hasil HHBK diperoleh dari hasil pohon, misalnya getah-getahan, tanin resin dan minyak atsiri. Sedangkan selebihnya dari palm, hasil satwa ataupun anggrek. Untuk pohon seperti gaharu (Aquilaria malaccensis), dalam ekosistem memiliki peranan sebagai pohon dominan dengan ketinggian mencapai 30 – 40 m. Palm berupa sagu, nipah, dll merupakan bagian dari ekosistem yang berfungsi menjaga abrasi oleh sungai atau laut.

2. Peranan HHBK terhadap ekonomi rumah tangga

Seperti yang disebutkan diatas bahwa HHBK dapat menjaga adanya kestabilan pendapatan dan resiliensi (kekenyalan) terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem hutan rakyat. Resiliensi adalah suatu tingkat kelenturan dari sumber pendapatan terhadap adanya perubahan pasar. Contohnya adanya perubahan nilai tukar mata uang. Pada saat terjadi krisis moneter, HHBK memiliki peran yang besar terhadap pendapatan rumah tangga dan devisa negara, karena HHBK tidak menggunakan komponen import dalam memproduksi hasil. Dari tabel 1 terlihat bahwa variasi kontribusi HHBK terhadap pendapatan rumah tangga sangat besar. Terdapat suatu korelasi antara tingkat pendapatan dengan pengelolaan hutan rakyat. Dengan efisiensi penggunaan lahan yang tinggi dan diversifikasi produksi maka kontribusi terhadap pendapatan juga semakin besar.

3. Peranan HHBK terhadap pembangunan wilayah

Dalam pembangunan pedesaan maka kontribusi terbesar dalam menggerakkan pembangunan adalah dari sektor pertanian dan kehutanan. Dari beberapa pola pengelolaan hutan rakyat yang ada maka hasil dari hutan rakyat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan desa dan pembangunan wilayah. Dengan pengaturan terhadap HHBK baik dari proses produksi, pengolahan dan pemasaran, semua dapat dilakukan oleh masyarakat, sehingga income (pendapatan) dari kegiatan tersebut masuk dalam wilayah produsen. HHBK seperti getah damar, telah dapat menjadi sektor basis (ICRAF, 2000) bagi pengembangan wilayah Krui. Dengan adanya kegiatan produksi dan pengolahan maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar.

Untuk melihat peranan beberapa HHBK bagi masyarakat, khususnya di Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dapat dijelaskan dari contoh kasus lebah madu hutan (Apisdorsata), gaharu (Aquilaria malaccensis) dan persuteraan alam. Riau merupakan sebaran endemik bagi hasil hutan gaharu yang tersebar di beberapa wilayah seperti Kabupaten Rokan Hulu, Kuansing, Kampar dan Siak. Lebah hutan (Apis dorsata) hampir terdapat pada seluruh wilayah Riau. Sedangkan sutera alam ditemukan di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

1 komentar: