homephoto grallerybuku tamulinktentang kamihome

11 Februari, 2010

DEGRADASI DAN REHABILITASI HUTAN TROPIKA BASAH


PENDAHULUAN
Hutan tropika basah merupakan salah satu ekosistem yang banyak membangkitkan minat orang untuk mempelajarinya dan juga sekaligus ancaman. Oleh karena itu pengelolaan hutan tropika menjadi sorotan dunia baik melaui pemberitaan popular press maupun scientific press.
Intervensi manusia dalam pemanfaatan dan manipulasi terhadap hutan baik pada masa silam maupun sekarang merupakan pengalaman yang konsekuensinya tidak dapat dihindarkan, yaitu berupa kerusakan baik biologi (vegetasi) maupun fisik (tanah dan iklim).
Data aktual tentang laju konversi hutan tropis sangat sulit diperoleh karena datanya sangat beragam. FAO (1992) memperkirakan bahwa laju deforestasi hutan tropis sekitar 17 juta ha per tahun. Dari angka tersebut menurut USP et al. (1990) sebagian besar dikonversi menjadi lahan pertanian, padang rumput (areal penggembalaan) dan hutan tanaman. Kurang lebih 5.1 juta ha berupa hutan sekunder tanpa pengelolaan dan perlakuan silvikultur yang memadai. Deforestasi hutan tropis tidak hanya berpengaruh pada produksi kayu (timber) tetapi juga lingkungan secara global.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka Jordan (1985) menyatakan bahwa ada tiga level tingkat kerusakan (disturbance), yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Kategori pertama
mencakup skala kecil seperti pohon tumbang secara alami yang kemudian membentuk gap (celah). Sedangkan yang termasuk kategori kedua adalah tebang pilih dan perladangan berpindah. Adapun yang tergolong kelompok ketiga yaitu tebang habis yang digunakan untuk tujuan lain seperti hutan tanaman dan perkebunan.
Dengan mengacu pada kategori kedua seperti di atas, intervensi manusia terhadap hutan tropis melalui tebang pilih telah menyebabkan kerusakan baik vegetasi maupun lapisan tanah atas. Dalam hubungannya dengan dampak penebangan terhadap vegetasi, yaitu semakin banyak jenis tumbuhan yang terancam punah. Sedangkan yang berkaitan dengan kerusakan tanah menyangkut dua aspek yaitu kerusakan fisik (pemadatan) dan kimia (pencucian hara). Kapan proses kerusakan ini (disturbance) berubah menjadi kondisi degradasi (degradation) ?.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mencoba membahas aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis degradasi dan rehabilitasi hutan tropis. Melalui ketiga landasan ini diharapkan pertanyaan yang berkaitan dengan degradasi dan rehabilitasi hutan dapat dikenali.

2. KAJIAN ONTOLOGIS dan EPISTOMOLOGIS
DEGRADASI dan REHABILITASI HUTAN
2.1. Pengertian Degradasi Hutan
Definisi degradasi agak bersifat subjective (Lamb, 1994), memiliki arti yang berbeda tergantung pada suatu kelompok masyarakat. Rimbawan memiliki persepsi yang bervariasi terhadap arti degradasi. Sebagian mengatakan bahwa hutan yang terdegradasi adalah hutan yang telah mengalami kerusakan sampai pada suatu point/titik dimana penebangan kayu maupun non kayu pada periode yang akan datang menjadi tertunda atau terhambat semuanya. Sedangkan sebagian lainnya mendefinisikan hutan yang terdegradasi sebagai suatu keadaan dimana fungsi ekologis, ekonomis dan sosial hutan tidak terpenuhi. Sedangkan menurut Oldeman (1992) mengatakan bahwa degradasi adalah suatu proses dimana terjadi penurunan kapasitas baik saat ini maupun masa mendatang dalam memberikan hasil (product).

2.2. Pengertian Rehabilitasi Hutan
Terdapat beberapa pendekatan untuk mengatasi degradasi dan mempercepat proses pemulihan ekosistem (recovery). Pendekatan pertama adalah restorasi (restoration) yang didefinisikan sebagai upaya untuk memulihkan kembali (recreate) ekosistem hutan aslinya melalui penanaman dengan jenis tanaman asli yang ada pada kawasan atau lahan tersebut sebelumnya. Pendekatan kedua melalui rehabilitasi yang diartikan sebagai penanaman hutan dengan jenis asli dan jenis exotic. Dalam hal ini tidak ada upaya untuk merecreate ecosistem asli. Tujuannya hanya untuk mengembalikan hutan pada kondisi stabil dan produktif. Oleh karena itu ekosistem hutan yang terbentuk adalah campuran termasuk jenis asli. Alternatif terakhir adalah reklamasi yang berarti penggunaan jenisjenis exotic untuk menstabilkan dan meningkatkan produktivitas ekosistem hutan. Dalam hal ini tidak ada sama sekali upaya perbaikan biodiversitas asli dari suatu areal yang terdegradasi.
2.3. Fakta dan Permasalahan
Seperti telah diuraikan sebagian pada pendahuluan bahwa saat ini dan pada masa-masa mendatang hutan tropis banyak memperoleh perhatian dari kalangan ahli lingkungan tau kehutanan dunia. Alasan utamanya adalah bahwa, 1). Hutan tropis merupakan komunitas yang paling banyak mengabsorpsi energi matahari yang sangat berpengaruh terhadap iklim bumi melalui evapotranspirasinya. 2). Hutan tropis memainkan peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan Carbon global. 3). Sebagai daerah/kawasan dengan laju pertambahan populasi penduduk tinggi maka hutan tropis akan semakin terancam keberadaannya dimasa mendatang (Uchijima, 1991). Pada bab terdahulu disebutkan bahwa berubahnya lingkungan diawali oleh adanya penebangan hutan. Dampaknya dapat berakibat pada degradasi lahan, menurunnya suplai air, erosi, pemadatan tanah dan pencucian hara, kerusakan vegetasi dan emisi gas rumah kaca. Diperkirakan bahwa pertumbuhan dan laju regenerasi menurun pada areal yang terkena kerusakan yang diantaranya disebabkan oleh rusaknya hutan dan menurunnya produktivitas lahan yang terjadi setelah penebangan. Penebangan hutan baik selective maupun clear cutting, dan kebakaran hutan merupakan faktor utama yang menyebabkan rusaknya ekosistem

2.4. Hipotesis
Analisis ilmiah yang didasarkan pada materi pengetahuan dibutuhkan dalam mendukung tindakan rehabilitasi hutan sehingga sasaran yang ingin dicapai yaitu sustainable development of forest resources sesuai dengan rencana yang diharapkan. Pada tahap ini maka peranan ilmuwan sangat esensial dalam memberikan informasi ilmiah pada proporsi yang sebenarnya dan memprediksi apa yang akan terjadi. Alur pikir dalam metoda ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahapan kegiatan ilmiah. Adapun langkah-langkah ilmiah
Dari permasalahan yang dikumpulkan maka langkah berikutnya adalah menyusun
jawaban sementara atas permasalahan yang sedang dihadapi atau yang dikenal dengan hipotesis. Dasar materinya adalah kesimpulan yang diambil dari kerangka berpikir yang dikembangkan. Berikutnya adalah pengujian hipotesis untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis yang diajukan atau tidak. Sedangkan langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan untuk menerima atau menolak hipotesis.
Hipotesis yang muncul adalah sebagai berikut :
1.    Ho : Penebangan hutan yang tidak terencana secara baik tidak berpengaruh terhadap kerusakan vegetasi dan tanah (degradasi hutan).
H1 : Penebangan hutan yang tidak terencana secara baik berpengaruh negatif terhadap kerusakan vegetasi dan tanah (degradasi hutan).
2.    Ho : Rehabilitasi hutan yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak berpengaruh terhadap pemulihan kondisi hutan yang rusak.
H1 : Rehabilitasi hutan yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh negatif terhadap pemulihan kondisi hutan yang rusalk.

Rehabilitasi hutan adalah suatu ilmu maka oleh karena itu, didasarkan pada suatu pengertian bahwa kejadiannya terjadi oleh hubungan sebab dan akibat. Sebagai suatu ilmu maka keempat hal diatas (Gambar 2) harus dilakukan secara berurutan. Dalam usaha menguji hipotesis yang muncul maka dilakukan kajian ilmiah terhadap rehabilitasi/restorasi ekosistem hutan yang rusak yang menggunakan prinsip-prinsip silvikultur, ekologi dan ilmu tanah sebagai ilmu dasar agar tujuan rehabilitasi yaitu terbentuknya kondisi lingkungan yang stabil dan produktif dapat tercapai.

3. KAJIAN AKSIOLOGIS REHABILITASI HUTAN
Kajian terakhir sebagai usaha untuk mengenali suatu pengetahuan adalah sistem nilai dari pengetahuan tersebut atau secara ringkas untuk apa pengetahuan tersebut dipergunakan (aksiologis). Dengan mengenali nilai manfaat suatu pengetahuan maka pengetahuan tersebut akan dapat digunakan secara maksimal.
Dalam kaitannya dengan bahasan rehabilitasi maka manfaatnya dapat diuraikan sebagai berikut (Brown and Lugo, 1994) :
1. Rehabilitasi merubah dari lahan yang tidak produktif menjadi suatu ekosistem yang lestari.
2. Rehabilitasi mencegah kerusakan ekosistem di bagian hilir (downstream).
3. Rehabilitasi mencegah tekanan pada hutan primer dengan demikian mengurangi laju deforestasi.
4. Rehabilitasi dapat memfasilitasi keterlibatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dalam kegiatan penanaman, penyediaan tenaga kerja dan training (fungsi sosial).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar