Harimau Jawa
Harimau Jawa adalah jenis harimau yang hidup di pulau jawa. Harimau ini dinyatakan punah di sekitar tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Walaupun begitu, ada juga kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahu 1950-an ketika diperkirakan hanya tinggal 25 ekior jenis harimau ini. Terakhir kali ada sinyalemen dari harimau jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulua Jawa. Walaupun begitu, ada kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberaadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverfikasi.
Di akhir abad ke-19, harimau ini masih banyak berkeliaran di pulau Jawa. Di tahun 1940-an, harimau jawa hanya ditemukan di hutan-hutan terpencil. Ada usaha-usaha untuk menyelamatkan harimau ini dengan membuka beberapa taman nasional. Namun, ukuran taman ini terlalu kecil dan mangsa harimau terlalu sedikit. Di tahun 1950-an, ketika populasi harimau Jawa hanya tinggal 25 ekor, kira-kira 13 ekor berada di Taman nasional Ujung Kulon. Sepuluh tahun kemudian angka ini kian menyusut. Di tahun 1972, hanya ada sekitar 7 harimau yang tinggal di Taman Nasional meru Betiri. Walaupun taman nasional ini dilindungi, banyak yang membuka lahan pertanian disitu dan membuat harimau jawa semakin terancam dan kemudian diperkirakan punah di tahun 80-an.
Harimau jawa berukuran kecil dibandingkan jenis-jenis harimau lain. Harimau jantan mempunyai berat 100-141 kg dan tingginya kira-kira 2.43 meter. Betina berbobot legih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.
Di samping harimau jawa, ada dua jenis harimau yang punah di abad ke-20, yaitu Harimau bali dan Harimau Persia. Secara Biologis, harimau jawa mempunyai hubungan sangat dekat dengan harimau bali. Beberapa ahli biologi bahkan menyatakan bahwa mereka adalah satu spesies. Namun, banyak juga yang membantah pernyataan ini.
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Carnivora
Famili: Felidae Genus: Panthera Spesies: P. tigris Subspesies: Panthera tigris sondaica
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Carnivora
Famili: Felidae Genus: Panthera Spesies: P. tigris Subspesies: Panthera tigris sondaica
Analisis Morfometri Harimau jawa berdasarkan Foto tahun 1957 :
1. Panjang tubuh dari kepala sampai dengan pangkal ekor sekitar: 160 – 180 cm.
2. Tinggi bahu jika berdiri sekitar 85 – 100 cm.
3. Lebar tubuh sekitar 45 – 50 cm.
4. Panjang ekor sekitar 85 – 90 cm.
5. Diameter jejak kaki depan sekitar (20 x 20) cm – (23 x 23)cm.
6. Jarak antar dua kuku kaki depan yang berdekatan sekitar 4 – 6 cm.
7. Strip hitam ditubuh tipis dan banyak, ada yang bercabang dan hampir rapat.
8. Moncong hidungnya menyempit dan cenderung memanjang.
9. Coretan loreng di pipi tipis dan renggang.
10. Garis putih dibawah mata sangat lebar.
11. Dahinya agak menonjol, terutama di atas mata.
12. Sidik jidat renggang dan jarang.
13. Pola sidik jidat agak mundur kebelakang dari pertemuan hidung dan kepala diantara dua mata.
14. Surai panjang dan lebat di samping depan bagian bawah daun telinga.
15. Panjang rambut kumis berkisar dari 5 cm – 25 cm.
1. Panjang tubuh dari kepala sampai dengan pangkal ekor sekitar: 160 – 180 cm.
2. Tinggi bahu jika berdiri sekitar 85 – 100 cm.
3. Lebar tubuh sekitar 45 – 50 cm.
4. Panjang ekor sekitar 85 – 90 cm.
5. Diameter jejak kaki depan sekitar (20 x 20) cm – (23 x 23)cm.
6. Jarak antar dua kuku kaki depan yang berdekatan sekitar 4 – 6 cm.
7. Strip hitam ditubuh tipis dan banyak, ada yang bercabang dan hampir rapat.
8. Moncong hidungnya menyempit dan cenderung memanjang.
9. Coretan loreng di pipi tipis dan renggang.
10. Garis putih dibawah mata sangat lebar.
11. Dahinya agak menonjol, terutama di atas mata.
12. Sidik jidat renggang dan jarang.
13. Pola sidik jidat agak mundur kebelakang dari pertemuan hidung dan kepala diantara dua mata.
14. Surai panjang dan lebat di samping depan bagian bawah daun telinga.
15. Panjang rambut kumis berkisar dari 5 cm – 25 cm.
Ada sejumlah bukti yang menyatakan bahwa harimau Jawa masih eksis. Sekelompok orang yang begitu yakin keberadaan hewan yang dinyatakan punah itu melakukan riset. Apa tujuannya?
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) sejak 1996 sudah dinyatakan punah dalam rapat Convention on International Trade in Endangered Species di Florida, Amerika Serikat (AS). Tapi ada sebagian orang yang percaya bahwa spesies itu masih eksis sampai hari ini. Peduli Karnivor Jawa (PJK), begitu mereka menamakan dirinya, sejak 1996 melakukan riset di beberapa lokasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
“Terakhir kami menemukan jejak rambut harimau Jawa di kedua tempat tadi. Akan kami lakukan tes DNA untuk memastikannya,” ujar Didik Rahayono, Koordinator PJK kepada SH di Jakarta baru-baru ini. Menurut lelaki yang sehari-hari bekerja pada Divisi Inovasi Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Liar Yogyakarta ini, studi keberadaan harimau Jawa lebih difokuskan pada arti spesies tersebut sebagai predator yang menjadi kunci ekosistem hutan di Jawa. “Harimau adalah hewan predator. Jika kondisi predator dalam suatu ekosistem masih bagus, berarti keseluruhan satwa lain juga bagus,” tutur Didik.
Dari studi di sejumlah titik seperti Meru Betiri, Raung, Alas Purwo, Wilis, Wijen, Gunung Slamet dan tempat lain, diperkirakan masih ada antara 15-20 harimau Jawa yang masih hidup.
Jumlah itu bisa saja menyusut kalau habitat mereka berkurang. Tapi kalau ada langkah perbaikan terhadap ekosistem hutan di Jawa, bukan tidak mungkin spesies tersebut bisa bertambah jumlahnya. Didik berpendapat, keyakinan bahwa harimau Jawa sudah punah sudah demikian mengakar, sehingga tidak ada akademisi yang berani melakukan penelitian lebih lanjut.
Sejak 1996, Didik bersama rekannya di PJK telah berhasil menemukan jejak kaki, feses, garutan di pohon dan rambut yang kesemuanya itu mengindikasikan masih adanya satwa endemik Jawa tersebut. Perlu dipahami, bahwa kehadiran spesies di suatu habitat dapat dideteksi berdasarkan bekas aktivitas yang ditinggalkannya, demikian halnya dengan harimau jawa.
Sebagai karnivor, harimau Jawa telah beradaptasi dengan sempurna guna menyembunyikan sosok tubuhnya agar tidak diketahui hewan mangsa. Sehingga tidaklah mudah melihat secara manual sosok harimau Jawa di hutan tropis Jawa, jika kita hanya setahun atau dua tahun mengunjungi habitatnya. Kecuali orang yang kesehariannya benar-benar berinteraksi dengan habitat harimau Jawa.
“Bekas aktivitas harimau Sumatera dan macan tutul di berbagai kebun binatang di Jawa kami jadikan sebagai referensi pembanding. Ukuran besarnya bekas aktivitas yang kami temukan jika melebihi ukuran maksimum macan tutul dan sama atau bahkan lebih besar dari ukuran harimau Sumatera, maka kami klaim sebagai milik harimau Jawa.
Hasil survei kami dari berbagai habitat di Jawa menemukan jejak kaki (28×26 cm), feses berdiameter 7 cm, garutan di pohon (luka tertinggi 252 cm), bahkan rambut harimau Jawa,” papar Didik di website www.javantiger.or.id yang sengaja dibuat sebagai kampanye keberadaan harimau Jawa.
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) sejak 1996 sudah dinyatakan punah dalam rapat Convention on International Trade in Endangered Species di Florida, Amerika Serikat (AS). Tapi ada sebagian orang yang percaya bahwa spesies itu masih eksis sampai hari ini. Peduli Karnivor Jawa (PJK), begitu mereka menamakan dirinya, sejak 1996 melakukan riset di beberapa lokasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
“Terakhir kami menemukan jejak rambut harimau Jawa di kedua tempat tadi. Akan kami lakukan tes DNA untuk memastikannya,” ujar Didik Rahayono, Koordinator PJK kepada SH di Jakarta baru-baru ini. Menurut lelaki yang sehari-hari bekerja pada Divisi Inovasi Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Liar Yogyakarta ini, studi keberadaan harimau Jawa lebih difokuskan pada arti spesies tersebut sebagai predator yang menjadi kunci ekosistem hutan di Jawa. “Harimau adalah hewan predator. Jika kondisi predator dalam suatu ekosistem masih bagus, berarti keseluruhan satwa lain juga bagus,” tutur Didik.
Dari studi di sejumlah titik seperti Meru Betiri, Raung, Alas Purwo, Wilis, Wijen, Gunung Slamet dan tempat lain, diperkirakan masih ada antara 15-20 harimau Jawa yang masih hidup.
Jumlah itu bisa saja menyusut kalau habitat mereka berkurang. Tapi kalau ada langkah perbaikan terhadap ekosistem hutan di Jawa, bukan tidak mungkin spesies tersebut bisa bertambah jumlahnya. Didik berpendapat, keyakinan bahwa harimau Jawa sudah punah sudah demikian mengakar, sehingga tidak ada akademisi yang berani melakukan penelitian lebih lanjut.
Sejak 1996, Didik bersama rekannya di PJK telah berhasil menemukan jejak kaki, feses, garutan di pohon dan rambut yang kesemuanya itu mengindikasikan masih adanya satwa endemik Jawa tersebut. Perlu dipahami, bahwa kehadiran spesies di suatu habitat dapat dideteksi berdasarkan bekas aktivitas yang ditinggalkannya, demikian halnya dengan harimau jawa.
Sebagai karnivor, harimau Jawa telah beradaptasi dengan sempurna guna menyembunyikan sosok tubuhnya agar tidak diketahui hewan mangsa. Sehingga tidaklah mudah melihat secara manual sosok harimau Jawa di hutan tropis Jawa, jika kita hanya setahun atau dua tahun mengunjungi habitatnya. Kecuali orang yang kesehariannya benar-benar berinteraksi dengan habitat harimau Jawa.
“Bekas aktivitas harimau Sumatera dan macan tutul di berbagai kebun binatang di Jawa kami jadikan sebagai referensi pembanding. Ukuran besarnya bekas aktivitas yang kami temukan jika melebihi ukuran maksimum macan tutul dan sama atau bahkan lebih besar dari ukuran harimau Sumatera, maka kami klaim sebagai milik harimau Jawa.
Hasil survei kami dari berbagai habitat di Jawa menemukan jejak kaki (28×26 cm), feses berdiameter 7 cm, garutan di pohon (luka tertinggi 252 cm), bahkan rambut harimau Jawa,” papar Didik di website www.javantiger.or.id yang sengaja dibuat sebagai kampanye keberadaan harimau Jawa.
Studi
Guna pembanding, Didik dan kawan-kawan menggunakan rambut macan tutul opsetan milik Museum Zoologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Medula rambut harimau Jawa bertipe Intermediate berpola Regularem berbeda strukturnya jika dibandingkan medula rambut macan tutul yang bertipe Discontinue berpola Irregulare. Identifikasi menggunakan Scanning Electron Microscop (SEM) terhadap rambut yang berasal dari garutan baru di pohon.
Dari studi-studi itu, berhasil diketahui bahwa harimau Jawa tidak hanya di TN Meru Betiri, karena mereka juga menemukan rambut harimau Jawa di Jawa Tengah yang berjarak lebih dari 600 kilometer dari habitat terakhirnya. Akhirnya diambil kesimpulan bahwa habitat terakhir harimau Jawa adalah Pulau Jawa, bukan hanya TN Meru Betiri.
Foto harimau Jawa hidup di alam yang beredar secara internasional adalah hasil karya Hoogerwerf tahun 1938 dari Taman Nasional Ujung Kulon. Berbagai sumber publikasi ilmiah menyatakan bahwa harimau Jawa terakhir dibunuh sekitar 1941, setelah tahun tersebut hampir tidak ada laporan tentang pembunuhan satwa kharismatik dan endemik Pulau Jawa ini.
Tetapi hasil investigasi dan penelusuran informasi yang dilakukan oleh Mitra Meru Betiri (MMB) pada tahun 1998 mendapatkan sebuah data tentang foto sosok harimau Jawa terbaru (foto dari tahun 1957). Walaupun satwa tersebut sudah mati ditembak, namun kandungan informasi ilmu pengetahuannya sangat penting karena menjadi bukti ilmiah terbaru -19 tahun lebih muda daripada foto tahun 1938 hasil karya Hoogerwerf.
Foto tahun 1957 itu merupakan satu-satunya bukti ilmiah terkuat tentang besarnya ukuran tubuh yang dapat dicapai harimau Jawa jantan dewasa, karena memberikan informasi terbaru tentang pola loreng dan karakter sidik jidat harimau Jawa secara jelas. Foto tahun 1957 itu merupakan koleksi seorang mantan sinder dari sebuah perkebunan di eks. Karesidenan Besuki Jawa Timur.
Betulkah harimau Jawa masih eksis sampai hari ini? Agaknya tidak penting benar jawabannya. Dari tuturan Didik, yang lebih penting adalah bagaimana menjaga ekosistem hutan di Jawa sekarang ini agar spesies lain tidak senasib dengan harimau Jawa yang diberitakan punah. (merry Magdalena, Sinar Harapan 2003)
Guna pembanding, Didik dan kawan-kawan menggunakan rambut macan tutul opsetan milik Museum Zoologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Medula rambut harimau Jawa bertipe Intermediate berpola Regularem berbeda strukturnya jika dibandingkan medula rambut macan tutul yang bertipe Discontinue berpola Irregulare. Identifikasi menggunakan Scanning Electron Microscop (SEM) terhadap rambut yang berasal dari garutan baru di pohon.
Dari studi-studi itu, berhasil diketahui bahwa harimau Jawa tidak hanya di TN Meru Betiri, karena mereka juga menemukan rambut harimau Jawa di Jawa Tengah yang berjarak lebih dari 600 kilometer dari habitat terakhirnya. Akhirnya diambil kesimpulan bahwa habitat terakhir harimau Jawa adalah Pulau Jawa, bukan hanya TN Meru Betiri.
Foto harimau Jawa hidup di alam yang beredar secara internasional adalah hasil karya Hoogerwerf tahun 1938 dari Taman Nasional Ujung Kulon. Berbagai sumber publikasi ilmiah menyatakan bahwa harimau Jawa terakhir dibunuh sekitar 1941, setelah tahun tersebut hampir tidak ada laporan tentang pembunuhan satwa kharismatik dan endemik Pulau Jawa ini.
Tetapi hasil investigasi dan penelusuran informasi yang dilakukan oleh Mitra Meru Betiri (MMB) pada tahun 1998 mendapatkan sebuah data tentang foto sosok harimau Jawa terbaru (foto dari tahun 1957). Walaupun satwa tersebut sudah mati ditembak, namun kandungan informasi ilmu pengetahuannya sangat penting karena menjadi bukti ilmiah terbaru -19 tahun lebih muda daripada foto tahun 1938 hasil karya Hoogerwerf.
Foto tahun 1957 itu merupakan satu-satunya bukti ilmiah terkuat tentang besarnya ukuran tubuh yang dapat dicapai harimau Jawa jantan dewasa, karena memberikan informasi terbaru tentang pola loreng dan karakter sidik jidat harimau Jawa secara jelas. Foto tahun 1957 itu merupakan koleksi seorang mantan sinder dari sebuah perkebunan di eks. Karesidenan Besuki Jawa Timur.
Betulkah harimau Jawa masih eksis sampai hari ini? Agaknya tidak penting benar jawabannya. Dari tuturan Didik, yang lebih penting adalah bagaimana menjaga ekosistem hutan di Jawa sekarang ini agar spesies lain tidak senasib dengan harimau Jawa yang diberitakan punah. (merry Magdalena, Sinar Harapan 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar